Bhagawadgita: Gomawoyo, Dalnim!



Gita, konon penulis opini di detik.com beberapa waktu lalu "di persekusi". Coba tebak, ini siapa yang lagi main? 

Waaah, tetapi aku bersyukur. Saat aku merindukanmu, kangen padamu, memandangimu, engkau tak pernah melarangnya. Namun, hati siapa yang tahu, ya, Gita? Jika ternyata engkau tak suka?

Waaah, jangan-jangan sebenarnya engkau juga sama dengan orang-orang atas itu, karena engkau orang Jawa yang terkenal kerisnya di belakang. Engkau pakai jalur langit buat meminta untuk menghilangkan kangenku, rinduku, perasaan dalam sukmaku kepadamu?

Waaah, apakah benar, begitu, Gita?
Perasaanku sih, iya. Tetapi ya tidak apa. Salah satu materi yang engkau ajarkan padaku dalam perjumpaan ini adalah yang paling setia di sisi kita itu waktu. Sebab yang lama saja tidak akan ada jaminan menjadi setia. Ya, begitulah pertemuan dan perpisahan, Gita. Meski engkau mengharap pasangan yang selalu dapat menuntun, tetapi menurutku, setiap orang adalah guru bagi sesamanya. Jadi ya, itulah salah satu materi yang aku ingat dari kehadiranmu.

Baguslah apabila gairah hidupmu telah kembali, engkau dapat melihat bunga-bunga yang indah di taman dunia ini lagi. Tuhan tak hanya menciptakan bunga bangkai, Gita. Aku tahu engkau pernah berkata tak suka bunga, jadi biarkan aku memberi tahu bahwa bunga bangkai ini konon di temukan oleh Pak Raffles dan Pak Arnold ketika melancong di salah satu pulau Nusantara. Gita, dari Eropa ke Nusantara ini sangatlah jauh, bukan? Apakah setiap daerah bunga-bungaannya selalu sama? Tidak, Gita. Tuhan tak hanya menciptakan satu, dua, tiga, seratusan bunga. Mengapa? Supaya engkau dapat terhibur ketika bersedih. Harus aku katakan dengan tandas, bahwa meskipun teks ini soal bunga, tetapi maknanya tidak demikian. Jika engkau adalah Gita yang aku kenal, tentu engkau akan paham, bukan?

Ya, sudahlah, bila mana demikian, memang waktunya aku undur diri. Tidak perlu wanita merangkai kata, Gita. Bukankah wanita adalah jelmaan kata-kata? Jadi cukup satu kata saja, aku harus segera mengerti dan sadar diri. Toh, ya, tahu sendiri. Aku itu bukan orang baik.

Terima kasih telah hadir dan menjadi pelangi di kehidupanku. Eh, tapi apakah engkau pengikut orang-orang yang menyesal telah menjadi pelangi untuk orang lain? Ah, rasanya engkau bukan tipe orang yang menyesali kebaikan, bukan? Bukankah Tuhan menciptakan setiap keindahan untuk di nikmati siapa saja? Kebaikan, segala sesuatu akan hal-hal baik, tidak layak untuk di sesali, bukan, Gita?

Teruslah tersenyum, berbahagia dan menemukan bintang hatimu yang bergemintang di angkasa. Bukankah angkasa juga luas, Gita? Bukankah banyak bintang-bintang di angkasa? Meski ini lagi-lagi juga bukan soal bintang. 

Selamat jalan.
Gomawoyo, Dalnim.
Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa