Tantangan Kehidupan



Terima kasih, Bu Widi, yang dulu ketika aku sekolah selalu menekankan kata "pengamatan, mengamati, di amati — sekeluarganya" dalam kelasku yang konon muridnya bodoh-bodoh seangkatan. Heuheuheu.

Sampai dewasa kini, aku masih pakai dasar tersebut untuk beberapa alasan. Misalnya, orang tua zaman sekarang mesti bersyukur jika punya anak dan anaknya cukup umur untuk menggunakan gawai. Lalu ia tidak memblokir orang tuanya dari segala aktivitas media sosialnya. Sesuatu hal kecil namun mempunyai dampak besar bahwa anak ini cukup terbuka untuk di ajak diskusi atau berbagi tentang tantangan kehidupannya.

Banyak anak-anak zaman kini yang memblokir akun-akun orang tuanya atau bahkan seluruh keluarganya agar aktivitasnya di dunia maya tak terlihat.

Selain soal blokir memblokir, agaknya sebagai orang tua juga layak bersyukur ketika anak-anaknya mempunyai kepercayaan diri untuk menggunakan fotonya sebagai gambar profil. Atau setidaknya gambar tersebut bukanlah templat dari penyedia layanan. Sebab di zaman kini anak-anak terkadang tidak percaya diri dengan dirinya sendiri, ia merasa cukup tidak aman, tidak nyaman, bahkan jika setidaknya ia memasang pengejawantahan dirinya menjadi sebuah gambar.

Bukan siapa-siapa. Hanya pejalan biasa